Can I Marry Your Daughter, Sir?
“IBRA DEMI ALLAH GUA GEMETERAN, GUA KUDU NGOMONG APA SAMA OM HAIDAR?”
“Udah gua bilang, siapin mental aja kalo mleyot malah dijadiin dodol garut.”
“GAK LUCU, BERANTEM AJA KITA BRA ANJIRLAH!!”
“Ah cupu lu, males banget punya calon kakak ipar kayak lu.”
“Ibrahim!!”
Ibra tertawa terbahak-bahak, menyaksikan dengan puas bagaimana gugupnya Husein yang akan datang langsung melamar Mina di hadapan kedua orang tua. Haidar dan Anela sudah mengetahui niat dari Husein juga dengan kedatangannya yang mendadak, Anela tentu bersorak gembira karena akan menjadi besan dengan sahabatnya tapi Haidar tak banyak berkomentar.
“Dateng aja dulu, banyak hal yang harus di bicarakan sebelum meminang anak saya.”
Itulah yang dikatakan sang ayahanda.
“Mina lagi ngapain, Bra?”
“Kepo lu.”
“Ya kan gue gak bisa hubungin dia langsung.”
“Lagi drakoran.”
“Kok dia gak tegang sih?!”
“Enggak tuh, malah senyum-senyum mulu.”
“Aduh lucu banget calon bini gue.”
“Idih geli banget sumpah.”
“Heh, ntar lihat ya kalau lu udah ketemu satu cewek nih, gue yakin bucinnya seribu kali lipat ngalahin gue.”
“Kagak lah, gak pernah gue mendem perasaan ama cewek 12 tahun lebih.”
“Hati lu kayak batu soalnya.”
“Berisik nih orang, udah ah sana persiapin diri besok mau ketemu bokap gue. Om Naresh dulu hampir dijadiin ayam geprek, ya lu jangan sampai aja kayak dia.”
“IBRAHIM!!!”
Ibra mematikan teleponnya sepihak, lalu ia melihat dari kejauhan kakaknya itu sedang fokus menonton drama. Mengingat kakaknya akan segera di pinang, entah kenapa ada rasa kosong di dadanya, ia langsung menyusul tempat kakaknya dan dengan usilnya mematikan TV Mina yang masih asyik menonton.
“AH! IBRAAAA!!” pekik kakaknya kesal, di balas juluran lidah Ibra yang tengah berlari kecil menghindari kejaran sang kakak.
“Lu gak inget apa besok Husein mau dateng ngelamar?! Santai banget malah asik drakoran!”
“Ya ingeet!”
“Lu gak tegang?!”
Mina melempar satu bantalnya ke Ibra, “JUSTRU GUE TEGANG BANGET MAKANYA NONTON DRAKOR!!!!”
“BUAHAHAHAHAHAHAHAA!!”
“HEH, HEH! Apa-apaan sih kalian berdua ini kayak anak kecil?!” Dari ruangan kerja muncul sosok Haidar yang mulai terganggu dengan keributan anak-anaknya.
“Abiii! Ibra nih ganggu aku nonton!!”
“Lagian dari tadi malah drakoran, besok inget lu mau di lamar!”
“Dih emang kenapa sih?!”
“Yhaaa Mina udah otw jadi milik Bang Husein! Males banget dihh”
“Ibraaa!!”
Melihat tingkah kedua anaknya, Haidar cuman menggeleng kepalanya tak heran.
“Ibrahim, Ibrahim... ternyata kamu ngerasa kesepian juga mau ditinggal kakak kamu.”
Hari ini, Mina sudah rapih dengan gamis pink pastelnya dan riasan tipis yang membuatnya terlihat ayu. Anela masih tak menyangka, hari dimana Mina akan kedatangan sosok pangerannya tiba.
“Mina,” panggil Anela.
“Iya, umi?”
“Umi yakin pilihanmu tidak salah, jadi tetap hadapi sama-sama apapun yang terjadi ya?”
Mina mengangguk menurut, sedangkan di ruangan tamu depan sana sudah ada para lelaki yang saling menatap serius—terutama Haidar terhadap Husein yang sudah rapih dengan kemeja putih dengan jas coklatnya.
“Akhirnya kamu datang menghadap langsung disini,” Haidar membuka bicara, membuat Husein semakin gugup di tempat.
“Iya, om.”
“Kenapa ayah dengan bunda kamu gak ikut sekalian?”
“Ayah masih ada kerjaan yang harus di selesaikan jadi nyusul om.”
“Sebesar apa nyali kamu sampai berani menghadap saya sendirian? apa kamu pikir saya akan langsung menerima kamu karena sudah dekat dengan keluarga kita?”
Husein menegup salivanya bulat-bulat, dan Ibra yang ada di sana juga ikut ketar-ketir.
“Uh gini maksud kedatangan saya, Om Haidar... saya sudah lama mencintai Mina sejak kami masih sangat muda dan saya memang benar-benar ingin serius dengan Mina. Di Budapest pun, saya gak bisa melupakan Mina—”
“Kamu berniat melupakan anak saya disana?”
Ibra menyenggol siku Husein, “Ah elu bertele-tele, salah kan...” bisiknya.
“Bu-Bukan gitu maksud saya, Om! ja-jadi gini....”
“Ngomong yang betul!”
Ibra menyenggol lagi siku Husein, “Udeehh... bilang aja mau lamar Mina....”
“Ibrahim kamu diem, gak usah ikutan nge-backup Husein!”
Pemuda yang di tegur langsung cemberut, “Lah kok saya yang di marahin....”
Husein menarik nafasnya dalam-dalam, mengatur tempo nafasnya yang mulai tak beraturan dan mengurai lagi kata-kata yang ada di otaknya.
Bismillah, Husein...
“Baik kalau begitu, Om, saya akan langsung to the point aja soal kedatangan saya disini. Saya, dengan sepenuh hati berniat untuk melamar putri Om Haidar, Aminah Haliza Azzahra, yang sudah saya cintai dalam diam sejak kami kecil. Saya tak bisa membayangkan masa depan saya tanpa sosok Mina di samping saya, karena itu saya datang kesini untuk meminta izin langsung kepada Om Haidar.” “Mohon maaf apabila Om kurang berkenan karena orang tua saya tidak bisa hadir, tapi kalau sekiranya lamaran saya di terima, secepatnya saya akan membawa orang tua saya untuk datang kesini.”
Mendengar ungkapan tegas Husein terkait niat baiknya, Haidar menyungging senyuman lebarnya.
“Itu jawaban yang saya mau,” Haidar menjulurkan tangannya, “Kalau begitu, bilang sama ayah dan bunda kamu untuk percepat kedatangannya disini karena saya gak mau lama-lama. 3 bulan ini, saya beri waktu untuk persiapkan semuanya dari lamaran secara resmi sampai ke akad, karena kamu tinggal di Budapest coba kamu diskusikan dengan Aminah bagaimana baiknya.” “Saya, sudah sepenuhnya mempercayakan kamu, Husein.”
Jawaban Haidar membuat Husein tak sengaja menitikkan air mata harunya dan sontak membuat pria paruh baya itu terkejut.
“Ko-kok kamu malah nangis?!” kata Haidar kaget.
“Ma-Maaf, Om, saya... gak nyangka soalnya...” jawab Husein dengan suara puraunya, di balas ejekan Ibra yang tak berhenti ketawa.
“YAELAH MALAH MEWEK LU BANG, BANG...! HAHAHAHA!”
“Ibra berisik ah!”
“Waduh, bisa-bisa dimarahin Adit saya abis bikin anaknya nangis gini....”
“Ma-Maaf, Om, saya izin ke toilet boleh?”
“Oh iya boleh, silahkan.”
“Permisi, Om...!”
Husein lari terbirit-birit menuju kamar mandi, mengundang gelak tawa satu ruangan karena tingkah kikuknya yang tidak berubah sejak dulu. Mina yang mengintip dari kamarnya juga ikut tertawa, ternyata Bang Husein yang dia kenal masih ada.
Dan akan menjadi pendamping seumur hidupnya.
— Lagniappe 3, END — 09 Januari 2022