Bukit dan Kenangan

Bella duduk terdiam menatap lampu yang berderang redup di luar jendela mobil, setelah akhirnya Jonathan mendaparkan izin dari Papih Isabella untuk mengajak putri semata wayangnya itu pergi ke tempat yang mereka tuju.

Suasana antara mereka sunyi nan dingin, Bella tak ada keinginan untuk mengucap satu patah kata pun, dan Jonathan sendiri tak mau mengusik kesunyian yang sedang Bella nikmati.

“Bel, udah sampe,” ucap Jonathan setelah ia memarkirkan mobilnya itu dengan sempurna. Ia keluar dari mobilnya duluan, lalu membukakan pintu untuk Bella agar gadis itu tak perlu susah payah membuka pintu.

“Disini kita bisa sewa tenda, Bel, kakak sewa dulu ya satu buat kita.”

Bella mengangguk lesu, lalu Jonathan berlari kecil menuju stand yang menuliskan SEDIA SEWA TENDA, lalu Jonathan bersama satu orang pria yang berjasa memasang tenda itu datang menghampiri Bella untuk menuntunnya ke atas bukit.

Mangga, A, disini teh spot terbagus untuk lihat langit cerah kayak gini,” tutur pria berkaos merah itu sambil memasang tendanya, lalu Isabella berjalan perlahan menatap langit malam dan bintang-bintang bersama bulan yang bersinar terang, gadis itu mendecak kagum.

“Woah... Kak Jo! Ini keren banget sih! Bella baru pertama kali lihat langit seindah ini!” sahut Bella girang.

“Hahaha iya, makanya kakak ajak kamu kesini karena emang sebagus ini pemandangannya, Bel,” balas Jonathan seraya terkekeh geli.

“Tau gak sih, aku juga pernah ke bukit sama Abi—”

Bella langsung menghentikan kalimatnya. Nama panggilan 'Abi' saat ini menjadi luka bagi hatinya.

“Kamu pernah ke bukit sama Abi? Bukit mana?” tanya Jonathan.

Bella tak menjawab, ia malahan tenggelam dengan memori lalunya bersama Abi ketika ia di ajak ke bukit juga, tepatnya bukit di belakang sekolah.

“Gimana, Bel? Las Vegas aja kalah kan? Hahaha...”

“Teriakin aja uneg-unegnya disini.”

*“Banyak kok, Bel, yang sayang sama lo.”* *“Gue... sayang banget sama lo, Bel.”*

Tes... tes...

Satu bulir kristal akhirnya lolos dari pelupuk mata Bella, rasa perih yang merujam dada gadis itu semakin membuatnya ingin menjerit kesakitan. Kenapa semudah itu Abi ingin memutuskan persahabatannya? Kenapa kehadiran Jesslyn menjadi akhir bagi mereka, pikir gadis itu.

Bella tak menyangka akan secepat ini sahabatnya pergi meninggalkannya.

Bukankah Abi janji akan selalu ada di sisi Bella apapun yang terjadi?

“Bel...?” Jonathan yang shock melihat Bella menangis hanya bisa menepuk-nepuk pelan bahu gadis pemilik tinggi 161 cm itu. Rasanya pria itu ingin memeluk Bella dan mendekap tubuh gadis disampingnya erat-erat, membiarkan kaosnya itu dibasahi oleh air mata sang kekasih hati yang sedang bersedih, Jonathan hanya ingin menjadi pelipur lara dari sakit hatinya Bella.

Bella berdiri dari tempatnya, lalu ia siap-siap menarik nafasnya dalam-dalam dan menangkup kedua mulutnya untuk berteriak.

“AAAAAAAAAAAAA!!!!!”

Jonathan sontak kaget, untung saja tak ada siapa-siapa disana. Ini bukan jam malam minggu yang akan di penuhi oleh para pasangan muda, apalagi ini mendekati puncak bukit.

“ABIDZAAARRRRR!!! DASAR SIALAN LOOOO!!!” “SEGAMPANG ITU LO BILANG KITA UNTUK HIDUP MASING-MASING DEMI JESSLYN???!!! HUWAAAA ANAK SETAN EMANG LO BIADAAABBBB!!!” “LO LUPA YAH??? KITA NI TUMBUH BARENG LHO, BII!!! KITA INI SALING MENGISI SATU SAMA LAIN DARI BAYII, NGARTI TEU SIAH ANJINGGG???!!!! DARI JAMAN OROKKK KOPLOKKK!!!” “AING TEH HAPAL KAPAN MANEH PERTAMA KALI MIMPI BASAH, MANEH GE HAPAL KAN KAPAN AING PERTAMA KALI 'DAPET'??!! BAYANGIN BI, ADA GAK SIH HUBUNGAN PERSAHABATAN YANG SE-SPESIAL KITA??!! KITA TUH SPESIAL BANGET TAU GAK SIHH??!!” “Dan lo... lebih memilih dia, Bi... lo lebih memilih Jesslyn...”

Lutut Bella langsung melemas hingga tubuhnya pun runtuh. Tangisan Bella semakin menjadi-jadi, bayang-bayang wajah Abi yang terus melukai hatinya itu seolah sukses meruntuhkan semua pertahanannya. Bella tak pernah merasakan momen sepahit ini sepanjang hidupnya. Kehidupan Bella penuh warna karena ada Abi di sisinya.

Tapi Abi sudah tak ada, lalu siapa yang bisa mewarnai hari-hari Bella kembali?

GREP!!

Bella tersontak begitu tubuhnya itu di peluk dari belakang oleh sosok pria berpostur tubuh 180 cm itu. Jonathan mengeratkan pelukannya itu seolah hatinya berharap bahwa kehangatan yang ia bawa ini, cukup menjadi obat dari rasa sakit yang diberikan Abi untuk Bella.

“Ka-Kak Jo?!”

“Bel... kamu boleh sedih karena Abi pergi dari kehidupan kamu, tapi kamu juga berhak bahagia karena ada laki-laki yang lebih menyayangi kamu dan bersedia untuk terus ada di sisi kamu apapun yang terjadi.” “... dan itu saya, Bel...”

Jonathan terus memeluk erat tubuh ringkuh milik Bella, “Isabella, patah hati terbesar seorang laki-laki itu bukan hanya sekedar putus cinta atau cinta bertepuk sebelah tangan... tapi patah hati terbesar bagi kami adalah... ketika melihat wanita yang kita cintai itu menangis hingga jatuh tak berdaya karena laki-laki lain...” “Dan saat ini, saya merasakan itu ketika melihat kamu sekarang...”

Bella bisa merasakan betapa kencangnya suara detak jantung Jonathan dari belakang. Pria itu membalik tubuh mungil Bella dan menatap lekat-lekat kedua netra cantik gadis berparas oriental itu.

“Bella, izinkan saya untuk menggantikan posisi Abi untuk menjadi pewarna hari-hari kamu... saya janji, saya akan menjadikan kamu wanita yang paling bahagia di muka bumi ini.”

Bibir Bella kelu dan tubuhnya membeku di tempat, uluran tangan besar Jonathan yang menggenggam erat tangan Isabella itu terus membuat jantung gadis itu tak berhenti berdesir.

Ia tak mampu menjawabnya.

Namun akalnya seolah memberi sinyal bahwa Bella... harus menerima uluran tangan Jonathan.

“Bella, kamu mau kan jadi wanita satu-satunya dalam hidup saya?”

Tanpa gadis itu sadari, Bella reflek mengangguk mau, wajah sumringah Jonathan langsung mengembang dan pria itu kembali memeluk erat tubuh Bella.

Mulai hari ini, Jonathan dan Bella resmi memulai sejarah barunya sebagai sepasang kekasih.