Attention

Black dress with sleeves, and bold make-up touch her very well, Penampilan Chelsea saat ini berbeda dari biasanya. Rambut panjangnya yang ia tata ala bridal style membuat tampilannya tampak seperti wanita mahal nan berkelas. Ya, demi mengalahkan pesona seorang Alexandra Tan yang menjadi targetnya tentu Chelsea harus merubah total penampilannya. She was born to be a winner.

Gadis itu menyapa suaminya yang masih berdiri membelakanginya. Gama juga tampak sempurna dengan jas hitam dan sweater putih membalut raganya, ia menoleh ke sumber suara dan tubuhnya membeku seketika setelah sesosok wanita cantik keluar dari pintu kamar yang letaknya tak jauh dari ruang tamu.

“Chel...?” Gama terkesima sesaat, melihat bagaimana penampilan istrinya yang berubah drastis. Seperti bukan Chelsea yang ia kenal, tapi lelaki itu akui saat ini penampilan Chelsea sangat luar biasa sampai matanya tak bisa berkedip.

“Gimana? Bagus gak?” tanya Chelsea kikuk.

Gama mendecak kagum, “Gorgeous.”

Pujian itu membuat hati Chelsea melambung tinggi. Dengan gagah Gama menyodorkan lengan kekarnya, Chelsea mengulum senyum malu sambil memeluk lengan suaminya itu. Ada yang berbeda dari pasangan ini, mereka biasanya saling berseteru lalu berjarak dua meter dari sisi masing-masing seolah tak sudi untuk bersanding tapi sekarang mereka saling memeluk. Tangan Chelsea yang terkait di lengan suaminya itu digenggam erat, bahkan Chelsea juga menyandarkan kepala mungilnya dengan nyaman.

“Chel.”

“Hm?”

Gama mendekati telinga Chelsea, “Cantik banget.”

Mereka saling tertawa penuh cinta.



Konsep acara hari ini adalah Garden Party dengan tamu yang jumlahnya tak begitu banyak, mungkin hanya dibawah 100 undangan. Untung saja Chelsea tidak salah kostum, semuanya berpenampilan formal dan begitu silau. Penjabat tinggi semuanya ada di sini, kolega-kolega bisnis dan semua jenis tamu penting ada. Jujur saja jantung Chelsea ingin merosot sekarang juga, meskipun penampilannya sudah menyeimbangi tapi ia merasa tak pantas di sini. Bisa-bisanya Gama diundang di acara sepenting ini dan ingin seorang Chelsea mendampinginya?

Kehadiran seorang pria baya di hadapan sepasang insan itu membuat Chelsea tertegun. Tampaknya Gama sangat akrab dengan sosok pria baya itu sampai kedatangan mereka disambut penuh suka cita.

“Ya Tuhan, Gama, Om sampai pangling ini kamu ya! Sekarang sudah sangat gagah dan nona cantik ini....” perhatiannya teralihkan kepada Chelsea.

“Ah iya, Om Luke kenalkan ini istri saya, Chelsea. Sayang, ini Om Luke yang mengundang kita ke acara ini dan beliau ini ayahnya Alex,” tutur Gama dengan lembut, dengan kikuk Chelsea membalas jabatan tangan Luke sembari mundur untuk menutupi salah tingkahnya. Detik ini ia merasa bodoh, bibirnya kelu untuk mengucap sepatah kata sehingga yang bisa dilakukan Chelsea hanya tersenyum paksa.

“Wah, Om lebih kaget ini denger kamu udah menikah... kalau Tante Dara tahu pasti patah hati hebat hahaha....” Luke menoleh ke Chelsea, “Kamu nona yang sangat beruntung lho bisa memiliki suami sempurna kayak Gama, karena yang membuat Om dan Tante senang dengan Gama ini karena Gama adalah pria yang bisa diandalkan.”

Chelsea menjawab oh ria, “Oh gitu ya, Om....”

“Istrinya kerja apa, Gama?” Pertanyaan klasik yang selalu dipertanyakan seribu orang tua ketika bertemu orang baru. Gama menjawab pertanyaan itu dengan sangat hati-hati.

“Chelsea masih menjadi mahasiswa aktif, Om, seangkatan sama Ghaza.”

“Oh seumuran sama Ghaza? Wah perjalanannya masih panjang ya, hahaha!” Luke memajukan sedikit tubuhnya, “Nanti setelah lulus ada rencana untuk... Gama junior kan?”

Keduanya praktis melotot.

“Bercanda, kok... hahahaha! Ya sudah kalau gitu, itu ada banyak hidangan selamat menikmati ya, Om mau ketemu sama tamu yang lain dulu!”

“Iya, Om, makasih banyak!”

Bayang-bayang Luke perlahan menghilang dari pandangan mereka. Chelsea langsung melepas napasnya yang tertahan, kalau boleh berharap setelah percakapannya barusan ia ingin lari pulang duluan sekarang. Energinya sudah terkuras habis, aura para tamu yang begitu kuat tak bisa Chelsea hadapi dengan kepala dingin. Ia begitu takut akan mempermalukan suaminya. Gama yang menyadari bagaimana gugupnya sang istri langsung meraih jemari mungil Chelsea dan mengaitkannya erat, memberikan sedikit kekuatan agar gadis itu bertahan sedikit lagi.

Gama tersenyum hangat, dan itu cukup untuk menenangkan kegelisahan Chelsea.

“Gama?” Suara lembut itu mengejutkan keduanya, tampak seorang wanita cantik dengan gaun merah selututnya dan rambut lurus yang tergerai semputna itu menyapa mereka, ah lebih tepatnya Gama seorang. Mata cantiknya bahkan enggan melihat kehadiran Chelsea. “Tadi habis ngobrol sama Papa?”

“Iya, Om Luke masih seger aja kayak biasanya,” balas Gama lalu tiba-tiba Alex menyapa lelaki itu dengan salam cipika-cipiki di hadapan Chelsea. Gadis itu tertawa renyah.

“Oh jadi ini, yang mau kamu kenalin sama aku?” ujar Alex dengan nada remeh. Tatapannya tampak angkuh di hadapan Chelsea.

“Iya ini istri aku, Chelsea,” Gama mendehem singkat, “Uh... Chel, ini Alex, sahabat aku dari SMA.”

Alex lebih dulu mengulurkan tangannya, “Halo, nice to meet you, Mrs. Arkananta.

Chelsea masih diam, ia menatap tajam Alex dari ujung kepala sampai ke kaki dan mencerna tiap kalimat yang diutarkan wanita dihadapannya. Terdengar sarkastik, tapi karena ini acara para tamu mahal jadi Chelsea juga harus bersikap tenang di sini.

“Salam kenal juga, Mbak Alex.”

Alex mendecih, “What did you call me? Oh stop it, kalau mau panggil aja Alex.”

Chelsea tersenyum penuh arti, “Maaf saya gak bisa, itu gak sopan.”

Senyuman Alex memudar ketika mendengar Chelsea menekankan akhir kalimatnya, ia menghempas pelan jabatan tangannya lalu mengusap bersih seolah ia habis memegang kotoran. Chelsea tak mau kalah, ia juga mengambil hand-sanitizer dan menyemprotkannya di jemari mungil bekas ia berjabat tangan barusan. Alex menganga, dasar perempuan kurang ajar...!

Gama tidak paham situasi ini, karena saat ini adalah perang psikologis antara dua wanita yang sedang mempertahankan apa yang harus mereka pertahankan.

“Gamaa!” Sekarang sosok pria berparas eksotis yang datang menghampiri Gama dan memeluk kawannya penuh sukacita. “Wah lo datang juga?!”

“Iya, nih bareng istri gue!” Gama dengan bangga memperkenalkan istrinya, lalu perhatian pria itu teralihkan kepada Chelsea dengan mata yang terbinar-binar.

“Wah cantiknya, ini yang lo bilang sama-sama anak Cikarang, Gam?” Pria itu menyodorkan tangannya, “Halo, gue Bagas Azriel, temen SMA-nya Gama sekaligus partner kerjanya di kantor penerbit.”

Chelsea membalas jabatan tangan Bagas dengan sangat ramah, “Halo saya Chelsea, salam kenal, Kak!”

Alex melotot, Dia manggil Bagas pake 'Kak' tapi kenapa ke gue 'Mbak'?!

“Gue denger lo temennya Ghaza ya?!” ujar Bagas basa-basi.

“Iya betul.”

“Kok bisa cinloknya sama Gama bukan sama Ghaza?! Hahahaha!”

Gama langsung memukul lengan Bagas, “Kenapa ngomong gitu sih lu?”

“Ya enggak... maksud gue kan dia sering barengnya sama Ghaza kenapa malah nikahnya sama lo, ngerti gak sih, kalau di novel tuh kayak ada plot-twist gitu,” Bagas langsung menepuk tangannya teringat sesuatu, “Oh iya, Gam, omong-omong gimana soal novel lo—”

“AAAHHHH, BAGAS, BAGAS! Ki-Kita omongin di sana yuk, gue juga mau omongin beberapa hal soal kerjaan!” Gama menyeret kawannya itu jauh-jauh dari jangkauan Chelsea. Ia lupa kalau saat ini ia sedang merahasiakan identitasnya sebagai penulis di hadapan Chelsea, dan di sini ia bertemu dengan partner kerja yang pasti akan membicarakan soal bukunya. Masih belum ada alasan yang pasti kenapa Gama belum mau membuka diri soal bukunya.

Chelsea masa bodoh dengan itu, lebih baik ia melihat-lihat hidangan yang ada di acara ini.

“Masih jadi tanda tanya besar ya, kenapa seorang Gamaliel Arkananta mau menikah cepat-cepat.”

Chelsea menoleh ke sumber suara, dengan senyuman sinisnya Alex melangkah maju mendekati gadis itu.

“Seharusnya dia bisa berpikir panjang, keputusan untuk menikah itu kan gak segampang itu apalagi kalau bisa sampai salah orang....” Alex tersenyum puas, di matanya gadis yang saat ini ia tatap rendah itu tak punya daya. Seperti gadis bertudung merah yang mudah diserang serigala. “Kamu... sepede itu merasa pantas untuk berdiri di samping dia?”

Chelsea mengepal tangannya kuat-kuat.

Dress yang kamu pakai sekarang... kayaknya salah tempat, harusnya kamu pakai pas acara pemakaman.”

Oke, Chelsea lo gak boleh kalah.

“Dalam istilah komunikasi, orang yang gak berdaya apa-apa akan cenderung berbicara lebih banyak dibandingkan lawan bicaranya....” Chelsea mulai bersuara, ia juga tak kalah menantang Alex dari tatapan mata tajamnya. Guratan senyum miring tersungging di wajah cantiknya, “Tahu kan istilah tong kosong nyaring bunyinya?”

Alex menarik napasnya dalam-dalam.

“Dari awal mbak bicara semuanya gak ada inti permasalahan, cuman bluffing tanpa arah,” Chelsea merenggangkan jemari-jemarinya, “Kenapa kita gak fokus ke fakta aja, kalau yang saat ini berdiri di samping Gama itu saya, bukan Mbak Alex?”

Alex tertawa renyah, “Terus kalau kamu berdiri di samping Gama berarti kamu sudah jadi pemenangnya?”

“Faktanya begitu bukan?”

“Banyak cara kan untuk kamu menangin hatinya? Jenis penggoda macam apa kamu sampai bisa luluhin hati seorang Gama?”

Harga diri Chelsea terasa di koyak-koyak. Penggoda?

“Kamu gak tahu ya? Sejak awal itu Gama mencintai saya, bukan kamu, sebelum dia pulang ke Indonesia dia lebih dulu menyatakan perasaannya sama saya... kalau dia sudah mencintai saya selama 5 tahun.”

Aliran darah sudah memanas di kepala Chelsea, seolah ingin meledak dari tempatnya tapi ia berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.

“Jadi disini kamu paham kan... kalau kamu itu berada di dua sisi, kalau bukan sebagai pelampiasan ya kamu menggoda dia—”

GREP!!

“ANJING LO YA! DASAR CEWEK KUTU KUPRET, KUDAS, KURAPAN, HAMA BUSUUUUKKK!!!!”

Chelsea menjambak kuat-kuat rambut Alex, seketika terjadi tragedi antara dua wanita cantik yang saling berseteru sejak tadi. Alex tak mau kalah, ia juga membalas menjambak rambut Chelsea sampai sanggulannya terlepas. Semua perhatian tertuju kepada dua makhluk hawa itu, masa bodoh dengan tatapan mata mereka yang penting masalah ini selesai dengan cara baku hantam.

... Tapi sayang itu hanya terputar di pikiran Chelsea semata. Emosinya sudah tak terbendung lagi menghadapi wanita lebih tua di hadapannya, ia tak mau mengacaukan suasana pesta jadi Chelsea memilih pergi dari keramaian menuju mobilnya seorang diri.

Ia bersumpah, suatu saat nanti ia benar-benar akan melenyapkan sosok Alex dari kehidupan rumah tangganya.