Airport dan Kesan Pertama
Keluarga Haidar sudah mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Budapest Ferihegy. Lalu lalang para pengunjung membuat mereka sangat antusias untuk mengeksplor lebih jauh Kota Budapest.
“Yaudah, saya sama Desra mau lihat dulu ke depan sana, siapa tahu udah dijemput.” Ibrahim cepat menarik kopernya bersama laki-laki pemilik tinggi 170 cm di atasnya yang ikut bergerak di belakang. Ibra menatap ponselnya sebentar, hatinya harap-harap cemas agar bisa cepat sampai ke hotel dan istirahat. Matanya terus menoleh kanan-kiri, mencari siapa yang bawa papan nama kakaknya itu.
BRUK!!
“Aw... DAMN IT!” suara halus melengking itu mengumpat, sontak membuat Ibra bangkit dan melotot ke arah wanita itu. Ibra merintih kesakitan, matanya terbelelak begitu ia mendapati kopernya ketumpahan kopi dan ia menoleh geram ke wanita anggun berkacamata hitam.
“Argh...! watch your step!” decak Ibrahim kesal.
“Is this my fault?!” wanita itu melengos pergi, “Weird...” dia memutar kedua bola matanya malas dan Ibra ditinggal menganga.
“Wah, bau-baunya tuh cewek CEO, Bra.” cicir Desra di samping.
“Kalo cowok gue ajak berantem, asli.”
15 menit berlalu, penjemput keluarga Haidar masih belum juga tiba dan membuat mereka mengeluh kesahnya. Bagaimana tidak? perjalanan jauh yang melelahkan tentu membuat mereka ingin cepat-cepat sampai ke hotel lalu istirahat total, terutama Haidar yang tubuhnya sudah tak sekuat dulu, wajah kusutnya terlukis jelas.
“Aminah, telepon deh atasan kamu itu, kalau emang gak ada penjemputan mending kita naik taksi sendiri.” ucap Haidar gerah.
“Apa minta Kak Adit aja, Mas?” tanya Anela.
“Jangan, dia pasti lagi kerja, Husein juga pasti sibuk.”
Mendengar nama Husein di ucap, Mina langsung mengatup bibirnya rapat-rapat. Ibra melirik, lalu mencibir sikap kakaknya, “Denger nama Husein aja lu kesemsem.”
“Apa sih, Ibra?!”
Haidar menitah putranya lagi, “Ibrahim, kamu cek lagi deh kesana.”
“Abi.... saya capek, Desra aja udah. Kan Desra penanggungjawabnya.”
Desra memukul lengan Ibra, “Apa lo suruh-suruh gue?! Ayo bareng!”
“Ah, Desra!”
Desra menarik tangan Ibrahim ke depan gerbang kedatangan lagi, berharap sudah ada yang mau menjemput mereka namun keramaian membuat mereka susah melihat papan nama yang dibawa.
Ibra menoleh ke samping, mendapati wanita cantik yang tak asing sedang bercakap dengan bahasa Indonesia. Perhatiannya mulai intens terhadap wanita di samping.
“Mah, tolong banget ini jangan sampai Samuel tahu aku di sini. Bilang aja aku pulang ke Kanada buat ketemu Papa, okay?” “Cuman Mama yang ngertiin Rose, aku gak akan pernah mau nikah sama laki-laki manipulatif kayak dia!”
Wanita yang di perhatikan sadar dengan tatapan Ibra, dia mendecih sinis lalu pergi meninggalkan kesan buruk terhadap Ibra.
Lah sombong amat?