Adit dan Sleman

“Gimana kondisi Sleman, Dit...?”

“Seperti biasa, Bu, tetap klasik tapi ngangenin... hehe...”

“Kapan kamu balik ke Jakarta?”

“Gak tahu, Bu, masih banyak urusan disini...”

“Kamu inget Cindy, anaknya Bu Agustina yang pernah tetanggaan sama kita dulu?”

“Ah iya inget.”

“Anaknya ayu tenan, lho, Dit... santun, keibuan... Ibu suka deh.”

Pemuda berusia 25 tahun itu sudah tahu ke arah mana perbincangan ini, ia hanya terkekeh sambil mengulum senyuman simpulnya, “Ibu... sabar sedikit lagi ya?”

“Lho kenapa? Ibu cuman mau bantuin kamu cari jodoh.”

“Iya sih...”

“Ada pacar kamu di Sleman?”

“Eh enggak, Bu...!”

“Terus apa lagi alasannya? Sudah berapa wanita yang ibu tawarkan kamu tolak, Dit...”

“Ibu... Adit lagi banyak urusan disini, begitu selesai semua Adit janji deh, Adit udah mulai fokus cari pendamping.” “Sabar ya bu...?”

“Terus kapan dong Ibu gendong cucu?”

“Secepatnya Ibu, ntar dapet 1 paket kok!”

Adit langsung mengatup mulutnya, laki-laki itu menepuk jidatnya keras-keras dan lengkingan suara Ibu yang memekik sukses membuat dahi Adit basah karena keringat dingin.

“1 PAKET GIMANA, DIT?! JANGAN BIKIN IBU MIKIR YANG ENGGAK-ENGGAK DEH!!”

“Astagfirullah gini maksud Adit, Bu...!”

“CEPETAN PULANG DEH KE JAKARTA, APA KAMU GAK MALU DITINGGAL KAWIN SAMA MARCO, HAIDAR?!” “Siapapun wanita pilihanmu, tetap harus dalam seleksi Ibu! Ibu harus tahu bibit-bebet-bobot calon istrimu!”

Haduh mampus gue...

“Yaudah kalo gitu Adit balik kerja dulu ya, Bu.”

“Jangan menghindar kamu, Adit! Adit?!”

TUUTT

Aditya Mahesa, pria bersurai hitam legam dan berparas putih oriental itu hanya bisa menderu nafas kasar sambil melempar ponselnya ke meja. Kalau bukan soal bakti terhadap orang tua, Adit sebenarnya malas untuk mengangkat telepon Ibunya yang sudah ke sekian kali.

Topiknya gak jauh-jauh minta cucu.

Bukan berarti Adit enggan untuk menikah, ia juga sedang usaha untuk mencari wanita yang tepat untuk mendampingi hidupnya.

Sayangnya...

“Mas Aditya...?”

Hatinya tlah terkait dengan satu perempuan.

“Gimana kondisi kamu, Angel? Sudah enakan?”

“Alhamdulillah sudah, maaf, Mas, entah kenapa denger nama Jovian masih buat emosi saya gak stabil.”

“Iya saya paham, tapi pikirkan kondisi bayi di kandungan kamu. Kalau kenapa-kenapa itu yang lebih repot.” “Kamu sudah makan?”

“Belum, Mas, tadi Fathiyah ngajak saya buat bikin nasi gudeg cuman—”

“Siapa suruh kamu boleh masak?”

Wanita berkerudung putih itu tertegun.

“Kamu tuh hamil besar, Angel, rentan sekali itu bayi dalam kandungan kamu!”

“Saya gak enak, Mas, saya udah numpang tinggal disini, belajar banyak terus di layanin—”

“Sudah, saya yang jamin kamu jadi gak usah banyak khawatir.” “Kamu harus melahirkan anak kamu dalam keadaan yang sehat, cukup,“Adit bergegas mengambil kunci motornya, “Kamu lagi pengen sesuatu gak? Biar saya beliin sekalian.”

“Uhm... lagi pengen nasi gudeg sih, tapi kreceknya yang banyak...”

“Sama apalagi?”

“Itu aja...”

“Susunya masih banyak gak? Perlu saya beli lagi?”

“Masih kok, Mas...”

“Yaudah kalo gitu saya pergi dulu, kamu istirahat aja dulu di kamar sebelum cek ke dokter kandungan lagi nanti.” “Kalo perlu apa-apa panggil Fathiyah.”

“Ma-Makasih, Mas Adit.”

Adit tak menggubris ungkapan kecil Angel yang menatap punggung pria itu menghilang dari pandangannya. Melihat bagaimana cara Adit memperlakukan Angel tentu membuat hatinya sedikit meringis, seandainya hari itu... Angel tak buta karena cinta fananya...

Mungkin sosok Adit akan datang di waktu yang tepat.

Tidak dalam keadaan seperti ini.

Angel merasa sangat tidak tahu diri jika ia berharap lebih kepada pria itu setelah apa yang terjadi selama ini.

Ini semua... karena Jovian, laki-laki brengsek yang tlah menghancurkan hidupnya.

Jovian harus menerima ganjaran yang setimpal. Dia harus merasakan penderitaan Angel bahkan harus lebih parah.

Maafkan Mama ya, nak... kamu harus lahir dari perempuan kotor seperti Mama dan laki-laki brengsek seperti Jovian... Maafin Mama...


Flashback beberapa bulan yang lalu...

“SUS! SUSTER TOLONG CARI PASIEN KAMAR 109! DIA GAK ADA DI KAMARNYA!!”

“Pak tolong cari semua penjuru kamar dan ruangan!”

Adit datang terheran-heran dengan jaket denimnya itu menghampiri salah satu suster, “Ini... ada ribut apa, Sus?”

“Ini, Mas, ada pasien kabur... kebetulan dia ini hamil muda terus ada indikasi gangguan mental juga, kami takut pasiennya kenapa-kenapa...”

Mendengar itu Adit langsung bergegas ikut membantu mencari sosok pasien yang di deskripsikan tersebut. Hatinya gusar, begitu mendengar seorang wanita yang hamil muda dimana itu mengingatkan pada Ibunya dulu yang mengandung dirinya...

Jangan-jangan gadis ini bernasib sama dengan Ibunya dulu...

BRAK!!

Adit menggebrak pintu darurat yang terkunci lalu langsung lari ke atas menuju loteng rumah sakit, firasatnya berkata bahwa Adit harus cari pasien itu disana...

Ternyata benar.

“MBAK BAJU BIRU DISANAA!!!!“Adit berteriak hingga gadis itu sedikit terperanjat. “STOP DISANA!!! TOLONG JANGAN NEKAT—”

“JANGAN MENDEKAT!!!”

Adit tersentak, langkah kakinya membeku begitu gadis malang itu malahan melangkah mundur satu langkah

“DIAM DISITU ATAU SAYA LONCAT DARI SINI??!!”

“MBAK! TOLONG TENANGIN DIRI DULU... JANGAN NEKAT, KASIAN ADEK BAYINYA...!!”

“UNTUK APA?! ANAK INI LAHIR DARI PEREMPUAN KOTOR SEPERTI SAYA, DAN DIA AKAN MEMILIKI SEORANG AYAH YANG BRENGSEK SEPERTI LAKI-LAKI ITU, BUKANNYA DIA AKAN LEBIH MENDERITA KALAU SAYA MELAHIRKAN ANAK INI??!!”

“BAYI DALAM KANDUNGAN ITU SUDAH JADI TAKDIR TUHAN MBAK, KASIHAN...!!”

“KENAPA TUHAN SEKEJAM ITU??!! APA DIA GAK KASIHAN DENGAN BAYI INI??!!”

“ASTAGFIRULLAH HAL ADZIM, MBAK, SABAR DULU!! JANGAN NGOMONG KAYAK GITU, AYO KITA OMONGIN BAIK-BAIK YA..??”

“GAK MAU!!” “Kehidupan saya... sudah sangat menyedihkan, saya adalah aib keluarga, hidup susah pun gak ada yang peduli, gak punya siapa-siapa... SEKARANG HARUS NANGGUNG ANAK INI KARENA LAKI-LAKI BAJINGAN ITU!!! APAKAH ANAK INI HARUS MERASAKAN HAL YANG SAMA??!! KENAPA TUHAN TEGA??!!”

“SABAR MBAK, JANGAN NGOMONG GITU...!”

“Saya gak mau anak ini menderita karena saya, laki-laki itu kabur entah kemana dan saya gak mau anak ini lahir tanpa seorang ayah jadi lebih baik saya mati aja!”

“SAYA AKAN BANTU KAMU!!”

Mata gadis itu memencak lebar-lebar.

“Saya akan bantu kamu untuk cari ayah dari kandungan itu, dan saya akan bantu memenuhi kebutuhan kamu dan bayi dalam kandungan kamu!” “Di dekat sini ada pondok yang bisa kamu tinggali sementara, jadi kamu gak perlu merasa sendirian...” “Jangan buat bayi kamu semakin menderita karena pilihan ekstrem kamu... dia berhak hidup, dia berhak punya masa depan, jangan rebut haknya, mbak...” “Kamu bisa perbaiki semuanya dari awal, jadi ayo, turun dari situ dan ikut sama saya...”

Satu bulir kristal lolos dari mata gadis itu hingga sesegukan, ia melangkah maju menghindari pegangan besi yang membatasi ketinggian dari gedung, kakinya lemas di tempat dan gadis itu tersungkur tak sadarkan diri.

Adit cepat-cepat membopong tubuh gadis itu ke bawah menuju kamarnya, serontak seluruh suster dan dokter yang bertugas menghampiri tubuh gadis malang itu yang masih lemas tak sadarkan diri.

Sang dokter menjelaskan kondisi gadis itu dari awal, ketika ia dinyatakan hamil 3 bulan lalu beberapa indikasi gangguan mental yang di idapnya seperti depresi tingkat 6, PTSD dan insomnia, hingga asal muasal gadis itu.

“Jangan bilang... Haidar kenal sama anak ini? Bisa jadi kan dia salah satu mahasiswanya Pakde...“gumamnya

Begitu Adit menghubungi Haidar perihal gadis yang ia temui itu ternyata benar, itu mahasiswanya malahan berkawan dekat dengan calon istri sahabatnya itu.

“Namamu Angel kan?”

Setelah tak sadarkan diri semalaman, gadis sang pemilik nama Angel akhirnya bangun dan jauh lebih tenang dari sebelumnya.

“I-Iya mas betul...”

“Perkenalkan saya Adit, ya saya kebetulan lagi lewat aja karena habis antar Bibi saya kesini terus dengar ada pasien kabur jadi saya ikut bantu cari dan ternyata itu kamu.” “Lain kali jangan nekat begitu, kamu akan sangat menyesal kalau kamu benar-benar mati dengan cara ekstrem seperti itu.”

Angel menunduk saking malunya dengan perbuatannya semalam, “Ma-Maaf, Mas, saya... benar-benar frustasi dengan hidup saya... kenapa... kenapa nasib saya bisa seburuk ini... kenapa saya—”

“Itu pilihan hidup kamu, anak itu juga salah satu dari pilihan kamu dengan pacarmu. Kenapa kamu harus salahkan Tuhan?” “Saya tahu saya bukan di posisi untuk menasihati tapi mumpung kamu lagi sadar saya akan luruskan sedikit cara berpikir kamu, bayi itu adalah takdir dari apa yang tlah kamu perbuat. Takdir Tuhan itu tidak pernah ada yang buruk selama kamu menghadapinya dengan jalan yang benar. Kamu sudah berbuat salah sebelumnya hingga akhirnya kamu mengandung anak kamu, maka selanjutnya apa kamu mau berbuat salah lagi dengan mati sia-sia karena bunuh diri?” “Semua manusia memang pernah salah, kamu sudah berbuat salah sebelumnya berarti yang kamu harus lakukan itu adalah perbaiki masa depan kamu dengan berubah menjadi orang yang lebih baik dari sekarang.”

Angel meremas ujung selimutnya erat, hatinya benar-benar hancur ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya Adit...

Karena ucapan itu mengingatkan ia dengan sosok yang tak asing.

“Omong-omong kamu mahasiswanya Pak Eko ya?”

Angel mendelik, “Iya, Mas...”

“Kenal Haidar? Yang pernah gantiin beliau waktu sakit.”

Angel semakin terkaget-kaget, “Iya! Kenal banget! Temen saya tunangannya Kak Haidar!”

Adit menghela nafas panjang, “Temen kamu tahu kondisi kamu?”

Angel menggeleng cepat bahkan menggenggam kedua tangan Adit memohon, “TOLONG MAS! TOLONG!! JA-JANGAN KASIH TAHU TEMEN SAYA!! SAYA GAK MAU TEMEN-TEMEN SAYA TAHU KONDISI SAYA SEKARANG, SAYA MOHON SEKALI SAMA MAS!!”

Lagi-lagi Adit cuman bisa menatap iba gadis yang ada di hadapannya, ia betul-betul gadis yang hidup sebatang kara...

Sebagaimana dulu Ibunya yang dulu terseok-seok sambil membawa dirinya yang masih berada di dalam kandungan... dan Ibunya bertemu dengan sosok Abah Faqih yang bersedia menampung Ibunya di pondok miliknya hingga melahirkan Adit dalam keadaan sehat wal afiat, dan akhirnya Adit di besarkan dalam lingkungan yang baik bersama keluarga Haidar.

Adit harap bayi dalam kandungan Angel akan merasakan demikian juga...

“Ya sudah kalau begitu, sekarang kamu istirahat dulu sampai benar-benar pulih.” “Mulai detik ini, kamu akan slalu dalam pantauan saya.”

Adit hanya mengharapkan hal ini bisa menjadi amal ibadahnya kelak karena tlah menyelamatkan 2 nyawa dalam sekaligus...

Bismillah.